Monyet Nangis Ditinggal

Suara.com - Mega Aulia yang nangis-nangis karena sinetron "Tukang Bubur Naik Haji" ditayangkan ulang RCTI ikut dikomentari Lita Gading. Pendapat psikolog tersebut rupanya juga disetujui oleh penyanyi dangdut Anisa Bahar.

Dalam video yang dibagikan melalui Instagram, Lita Gading tak menyebutkan nama. Ia hanya menyebut mantan artis pemain sinetron "Tukang Bubur Naik Haji" yang sedang viral.

"Denger ya, artis ini. Emang ada persyaratan untuk tidak ditayangkan lagi? Emang pemain cuma kamu aja? Nggak gitu dong," ujar Lita dalam video unggahannya pada Jumat (23/11/2024).

Belakangan video Mega Aulia nangis-nangis tak mau sinetron lawasnya ditayangkan ulang memang jadi viral. Setelah itu, Mega muncul di beberapa stasiun televisi untuk klarifikasi.

Baca Juga: Baim Wong Dicurigai Tuduh Paula Selingkuh Demi Hak Asuh Anak, Psikolog Beri Komentar Menohok

Oleh karenanya, Lita Gading curiga Mega Aulia berniat untuk kembali tenar dengan penampilan barunya yang berhijab. Apabila tidak berniat demikian, Mega dinilai tidak seharusnya menerima undangan wawancara televisi.

"Inget ya, kalau memang kamu mau branding, mau terkenal lagi karena kamu sudah pakai hijab sekarang, kamu nggak perlu harus terima wawancara ke sana-sini dong," tutur Lita Gading.

"Itu namanya apa kalau bukan 'jualan' lagi untuk orang supaya kenal lagi dengan kamu? Dengan penampilan baru kamu yang berhijab?" tudingnya.

Lebih lanjut, Lita Gading merasa penayangan ulang sinetron lawas membuat orang-orang sepertinya justru bahagia karena bisa bernostalgia. Mega Aulia pun dirasa tidak perlu khawatir karena adegannya di sinetron pun masih 'aman'.

"Emang kamu berbuat apa di situ? Kan nggak berbuat nista. Kamu cuma main doang di situ, memang dulu tanpa hijab. Jadi nggak perlu harus berlebihan deh. Kalau memang kamu hanya untuk jual branding lagi di dalam diri kamu," kata Lita.

Baca Juga: Menohok, Psikolog Lita Gading Sebut Sandra Dewi Cari Simpati Bahas Anak di Sidang Kasus Suami

Terakhir, Lita Gading mengingatkan Mega Aulia apabila penayangan ulang sinetron lawas adalah risiko sebagai artis yang sudah tercantum saat menandatangani kontrak kerja di masa lalu.

"Itu namanya risiko jadi artis mba. Kalau memang mau, ya jangan lagi jadi artis. Jangan nongol-nongol lagi tuh. Nggak usah terima wawancara dari sana-sini. Oke? Nggak perlu pake kayak gitu-gitu. Terlalu berlebihan! Lebay namanya! Ngerti?" tandasnya.

Anisa Bahar pun menyetujui pendapat Lita Gading. Begitu pun warganet yang ikut menilai reaksi Mega Aulia terlalu berlebihan.

"Wwkwkwk setuju. Emang produksi dia yang bayarin ada-ada aja emang pemainnya dia doang. Masa lalu ya udah masa lalu aja yang penting sekarang dan ke depan," komentar Anisa Bahar.

"Iya dok aku juga kaget lihat videonya kirain nangis karena apa," sahut akun @puputpal***.

"Dia mungkin pengen minta royalti Teh," balas akun @rositas***.

Sebagai informasi, Mega Aulia dalam videonya yang viral menjelaskan apabila yang ia takutkan adalah dosa jariyah. Dengan penampilannya yang belum berhijab ditonton lagi oleh banyak orang, Mega takut orangtuanya yang sudah meninggal ikut kecipratan dosa jariyah tersebut.

Kontributor : Neressa Prahastiwi

Hanya orangTanpa orang

PotretSeluruh tubuhProfilPotret lebih lebar

"There is a sense in the beginning of the movie that apes have inherited the Earth. You see the species as it takes dominion over the planet. It's an ape-world. That's the fun of it." Demikian tutur Matt Reeves sutradara film Dawn of the Planet of the Apes yang dikutip di dalam sebuah ulasan film di laman USA Today oleh Bryan Alexander,9 April 2014. Ketika saya berusaha menerjemahkan ulasan ini ke dalam bahasa Indonesia, saya berfikir apa padanan Indonesia yang mewakili kata ‘ape’ secara tepat? Dari berbagai referensi, saya mendapatkan fakta bahwa kata ini sering diterjemahkan sebagai ‘kera’. Referensi lain, kata ini juga sering diterjemahkan sebagai ‘monyet’. Keraguan segera mengusik saya dan keinginan saya memeriksa dua padanan bahasa Indonesia ini mendorong saya membuka kamus.

Benar saja, kata ‘kera’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna “1 suku paling sempurna dr kelas binatang menyusui, bentuk tubuhnya mirip manusia, berbulu pd seluruh tubuhnya, memiliki otak yg relatif lebih besar dan lebih cerdas dp hewan lain, termasuk hewan pemakan buah, biji-bijian, dsb; Anthropoidea; 2 monyet, terutama yg berekor panjang; Macacus synomolgus”. Salah satu bentuk turunan yang disebutkan dalam kamus ini adalah ‘kera belanda’ yang bermakna “bekantan”. Berangkat dari pengertian tersebut, saya menyimpulkan bahwa kata ‘kera’ dalam bahasa Indonesia memiliki komponen makna “binatang, menyusui, bentuk tubuh mirip manusia, berbulu, berotak, pemakan buah dan biji, monyet, berekor panjang”. Satu komponen makna yang paling penting untuk saya catat adalah makna “berekor”. Fakta yang (juga) menarik untuk saya catat adalah kera sama artinya dengan monyet. Hal ini dapat saya periksa lagi dalam makna kedua (2 monyet, terutama yg berekor panjang; Macacus synomolgus). Kata berikutnya yang perlu saya periksa adalah kata ‘monyet’. Satu fakta menarik kembali saya temukan. KBBI mendeskripsikan monyet sebagai “kera yg bulunya berwarna keabu-abuan dan berekor panjang, kulit mukanya tidak berbulu, begitu juga telapak tangan dan telapak kakinya”. Sebuah simpulan sederhana dan berdasar fakta, KBBI mencatat kata ‘kera’ sebagai sinonim kata ‘monyet’. Kedua kata tersebut mengacu pada fakta bahwa keduanya sama-sama ‘berekor panjang’.

Penelusuran selanjutnya, saya membuka kamus Merriam Webster Collegiate Dictionary. Kata ‘ape’ bermakna “a type of animal (such as a chimpanzee or gorilla) that is closely related to monkeys and humans and that is covered in hair and has no tail or a very short tail”. Mencermati pemaknaan kata ini, saya mencatat beberapa hal, yakni bertalian dekat dengan bangsa ‘monkey’ dan manusia, berbulu, tidak memiliki ekor atau berekor sangat pendek. Sedangkan kata ‘monkey’ bermakna “a type of animal that is closely related to apes and humans and that has a long tail and usually lives in trees”. Terdapat kemiripan di antara dua kata ‘ape’ dan ‘monkey’. Keduanya saling bertalian dekat, dan sama-sama berbulu. Satu perbedaan mencolok di antara keduanya adalah pada komponen makna “ekor”, ‘ape’ tak berekor/berekor pendek sedangkan ‘monkey’ berekor panjang.

Kekayaan kosakata bahasa Indonesia ‘kera’ dan ‘monyet’ sepintas ‘tak bermasalah’ atau dengan kata lain ‘baik-baik saja’. Keduanya tampak ‘lebih dari cukup’ untuk dijadikan padanan kata bahasa Inggris ‘ape’. Namun, ketika kita mencermati ‘bagian kecil’ atau ‘bagian sepele’ dari ‘kera’ dan ‘monyet’, kita akan bertanya. Apakah memang bahasa Indonesia belum memiliki padanan yang tepat? Ataukah KBBI salah memaknai keduanya? Untuk menjawab pertanyaan kedua, tentu terlalu riskan bagi saya (kita) karena KBBI telah kita sepakati sebagai acuan pemaknaan. Akan lebih sederhana jika saya mencoba menjawab pertanyaan pertama. Mungkin bahasa Indonesia belum memiliki padanan yang tepat. Kata ‘kera’ dan ‘monyet’ seringkali bertumpang tindih dalam penggunaannya, termasuk dalam hal mewakili kata ‘ape’. Sebuah usulan yang (mungkin) menarik dan mungkin ‘menggelikan’ dapat saya usulkan kata ‘beberuk’. Kata ‘beruk’ dalam bahasa Indonesia (juga tercantum dalam KBBI) bermakna “kera besar yg berekor pendek dan kecil, dapat diajar memetik buah kelapa”. Komponen makna “berekor pendek dan kecil” saya rasa cukup untuk mewakili “has no tail or a very short tail”. Orangutan atau simpanse dari keluarga ‘ape’ terlihat tidak memiliki ekor tetapi mereka (juga) memiliki tulang ekor yang sangat pendek. Dalam sistem taksonomi, konsep ‘ape’ mewakili sebuah familia (keluarga/suku) hominidae yang terdiri dari spesies orangutan, gorilla, simpanse, dan manusia. Maka dari itu, bahasa Indonesia memerlukan kata yang mewakili familia serupa, yakni beberuk. Menurut Pedoman Umum Pembentukan Istilah, perulangan dwipurwa (suku awal) mengandung makna “bermacam-macam”. Seperti bentuk lelaki, bebuku, tetikus, dan rerata, kata beberuk dapat dimaknai sebagai bermacam-macam spesies yang tergabung di dalam familia hominidae. Beberapa pilihan dapat kita gunakan, apakah kita menyerap ‘ape’ ke dalam bahasa Indonesia, ataukah menggali padanan dari unsur ‘Indonesiawi’. Terlepas dari itu semua, satu hal yang pasti adalah ‘ape’ bukanlah ‘kera’ atau ‘monyet’. KaharDwi

http://www.merriam-webster.com/dictionary/

http://www.usatoday.com/staff/2104/bryan-alexander/

Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Jakarta: Pusat Bahasa

http://www.merriam-webster.com/dictionary/

http://www.usatoday.com/staff/2104/bryan-alexander/

Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Jakarta: Pusat Bahasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Bahasa Selengkapnya